Ahad, 18 Disember 2011

Biografi Imam Ahmad bin Hanbal, Teladan dalam Semangat dan Kesabaran

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Ahmad bin Hanbal adalah seorang tauladan dalam 8 hal: tauladan dalam bidang hadits, fiqih, bahasa arab, Al-Qur’an, kefakiran, zuhud, wara’ dan dalam berpegang teguh dengan sunnah Nabi shalallahu’alaihi wa sallam.

Kunyah dan Nama Lengkap beliau rahimahullah

Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdillah bin Hayyan bin Abdillah bin Anas bin ‘Auf bin Qosith bin Mazin bin Syaiban Adz Dzuhli Asy-Syaibani Al-Marwazi Al-Baghdadi.

Lahir pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164 Hijriyah di kota Marwa. Beliau lebih dikenal dengan Ahmad bin Hanbal, disandarkan kepada kakeknya. Karena sosok kakeknya lebih dikenal daripada ayahnya. Ayahnya meninggal ketika beliau masih berusia 3 tahun. Kemudian sang ibu yang bernama Shafiyah binti Maimunah membawanya ke kota Baghdad. Ibunya benar-benar mengasuhnya dengan pendidikan yang sangat baik hingga beliau tumbuh menjadi seorang yang berakhlak mulia.

Perjalanan beliau dalam menuntut ilmu

Sungguh mengagumkan semangat Al-Imam Ahmad bin Hanbal di dalam menuntut ilmu. Beliau hafal Al-Qur’an pada masa kanak-kanak. Beliau juga belajar membaca dan menulis. Semasa kecil beliau aktif mendatangi kuttab (semacam TPA di zaman sekarang).
Kemudian pada tahun 179 Hijriyah, saat usianya 15 tahun, beliau memulai menuntut ilmu kepada para ulama terkenal di masanya. Beliau awali dengan menimba ilmu kepada para ulama Baghdad, di kota yang ia tinggali.

Rabu, 7 Disember 2011

FATWA ULAMA TENTANG HARAMNYA HIZBIYAH [BERPARTI-PARTI]

Oleh: Markaz al-Imam al-Albani

Pertanyaan : Apa hukum berbilangnya jama’ah (hizbiyah) dan kelompok didalam Islam, dan apa hukum berafiliasi padanya?

[1]. Lajnah Da`imah lil Ifta’ (Komite Tetap Urusan Fatwa) yang diketuai oleh Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullahu yang beranggotakan : Syaikh Abdur Razaq Afifi Rahimahullahu, Syaikh Abdullah bin Ghudayyan dan Syaikh Abdullah bin Hasan bin Qu’ud menjawab tentang haramnya hal ini di dalam fatwa no 1674 (tanggal 7/10/1397) sebagai berikut :

“Tidak boleh memecah belah agama kaum muslimin dengan bergolong-golongan dan berpartai-partai… karena sesungguhnya perpecahan ini termasuk yang dilarang oleh Allah, dan Allah mencela pencetus dan pengikut-pengikutnya, serta Allah janjikan pelakunya dengan siksa yang pedih. Allah Ta’ala berfirman :

“Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” [Ali Imran : 103]

Dan firman-Nya :

“Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” [Ali Imran 105]

PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG INTISAB KEPADA SALAF

 [1]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Tidak ada cela bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf, menisbahkan diri kepadanya, dan membanggakannya, bahkan wajib diterima semua itu darinya dengan kesepakatan ulama. Karena sesungguhnya madzhab Salaf adalah haq, jika dia sesuai dengan Salaf secara lahir dan batin, maka dia seperti seorang mukmin yang di atas kebenaran secara lahir dan batin” [Majmu Fatawa 4/149]

[2]. Al-Hafizh Adz-Dzahabi sering menyebutkan nisbah kepada Salaf (As-Salafi) ketika menyebutkan biografi para ulama.
Ketika menyebutkan biografi Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi dalam Siyar A’lamin Nubala (13/183) berkata : “Aku tidaklah mengetahui Ya’qub Al-Fasawi kecuali seorang Salafi”.

Ketika menyebut biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrani beliau berkata : “Dia adalah seorang yang beragama baik dan seorang Salafi” [Mu’jam Syuyuh no. 843]

Ketika menyebutkan biografi Al-Imam Daruquthni beliau mengatakan ; “Dia tidak pernah masuk sama sekali dalam ilmu kalan dan jadal, bahkan dia adalah seorang Salafi” [Siyar 16/457]

Ketika menyebutkan biografi Abu Thahir As-Silafi beliau mengatakan : “As-Silafi diambil dari kata As-Salafi yaitui yang berjalan di atas manhaj Salaf”. [Siyar 2 1/6]

Ketika menyebutkan biografi Al-Hafizh Ibnu Shalah beliau mengatakan : “Dia adalah seorang Salafi, bagus aqidahnya …” [Tadzkiratul Huffazh 4/1431]

Selasa, 6 Disember 2011

Kaidah-Kaidah Memahami Sifat-Sifat Allah Yang Mulia (Seri II)


Kaidah ketiga, Dalam mengimani sifat-sifat Allah harus waspada terhadap dua penyimpangan; tamtsiil (penyerupaan) dan takyiif (membayangkan bentuk).

Tamtsiil adalah menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk. Seperti mengatakan bahwa pendengaran Allah seperti pendengaran manusia.

Adapun Takyiif adalah menggambarkan bentuk sifat Allah tetapi tanpa menyerupakan dengan sifat makhluk.

Dalam mengimani segala sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Alquran dan hadits-hadits yang shahih kita tidak boleh menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk. Tanpa terkecuali satupun dari sifat-sifat tersebut. Demikian pula tidak boleh membayangkannya dengan akal pikiran kita tentang bentuk dan hakikat sifat-sifat tersebut. Karena bagaimanapun kita membayangkannya sesungguhnya sifat Allah jauh lebih sempurna dari apa yang kita bayangkan.

Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya,
{فَلَا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ} [النحل/74]

“Maka janganlah kalian membuat perumpamaan-perumpamaan bagi Allah.”

Berkata Ibnu Jariir Ath Thabary, “Maka janganlah kamu menjadikan bagi Allah misal-misal (tertentu). Dan jangan pula menjadikan bagi-Nya rupa-rupa (tertentu). Sesungguhnya tiada bagi Allah perumpamaan dan peyerupaan.”

Dalam ayat lain Allah katakan,
{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ} [الشورى/11]

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (Allah), dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”

Diterangkan oleh Ibnu Jariir ath Thabary dan Al Baqhwy, dalam ayat ini ada dua pengertian, salah satunya ,Allah tidak menyerupai sesuatu. Kedua, tiada sesuatupun yang menyerupainya.(Lihat tafsir Ath Thabari, 21/507, dan tafsir Al Baqhwy, 7/186.)

Kaidah-Kaidah Memahami Sifat-Sifat Allah Yang Mulia (Seri I)

Sesungguhnya Alquran dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat banyak sekali menyebutkan tentang sifat-sifat Allah. Maka dari itu selayaknya kita sebagai seorang muslim mengeti dan memahami sifat-sifat tersebut sesuai dengan kebesaran Allah tanpa mengingkari dan tidak pula menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk. Serta kita mampu mengambil pelajaran imaniyah dan amaliyah dari makna sifat-sifat Allah tersebut. Dengan demikian kita akan mampu meningkat kualitas ibadah kita meraih nilai peringkat ihsan, yaitu beribadah seolah-olah kita menlihat Allah.


Tentu hal tersebut bisa kita raih apabila kita memahami sifat-sifat Allah tersebut sesuai dengan dengan pemahaman para sahabat dan ulama-ulama terkemuka yang mengikuti jejak mereka dari kalangan umat ini. Yaitu pemahaman para ulama Ahlussunnah Waljama’ah. Agar kita selamat dari dua bahaya dalam memahami sifat-sifat Allah tersebut; yaitu bahaya ta’thiil (pengingkaran) dan bahaya tasybiih (penyerupaan).

Dari sini betapa pentignnya bagi kita untuk mengetahui kaidah-kaidah yang disebutkan oleh para ulama dalam memahami sifat-sifat Allah tersebut. Dalam bahasan kali ini kami mencoba menyebukan kaidah-kaidah tersebut sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama Ahlussunnah dalam kitab-kitab mereka.(boleh lihat dalam kitab Attadmuriyah dan Fatawa al Hamawiyah syeikh Islam Ibnu Taimiyah, Manhaj wa dirosat li ayat asmma’ was sifat syeikh Muhammad Amin Syangqithy, Mu’taqad Ahlussunnah wal jama’ah fi tauhid Asmaa’ was sifat Prof. Dr. Muhammad bin khalifat Attamimy.)

Kaidah pertama: Sifat-sifat Allah adalah tauqifiyah (harus ada dalil yang menyatakannya).

Ahad, 4 Disember 2011

Fatwa-Fatwa Ulama Terhadap Ikhwan Muslimin


1. Fatwa Al-Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah

Beliau berkata:
حركة الإخوان المسلمين ينتقدها خواص أهل العلم لأنه ليس عندهم نشاط في الدعوة إلى توحيد الله وإنكار الشرك وإنكار البدع، لهم أساليب خاصة ينقصها عدم النشاط في الدعوة إلى الله وعدم التوجيه إلى العقيدة الصحيحة التي عليها أهل السنة والجماعة. فينبغي للإخوان المسلمين أن تكون عنايتهم بالدعوة السلفية الدعوة إلى توحيد الله وإنكار عبادة القبور والتعلق بالأموات والاستغاثة بأهل القبور كالحسين والحسن أو البدوي أو ما أشبة ذلك
“Harakah Ikhwanul Muslimin telah dikritik oleh para ulama kerana mereka tidak mempunyai semangat untuk berdakwah kepada mentauhidkan Allah Ta’ala, mengingkari kesyirikan dan bid’ah, mereka mempunyai metode-metode khusus yang menguranginya untuk tidak bersemangat dalam dakwah kepada Allah dan tidak mengajak kepada aqidah yang benar yang merupakan jalan Ahli Sunnah Wal Jamaah. Maka hendaklah Ikhwan Muslimin memberi perhatian terhadap dakwah salafiyah iaitu dakwah untuk mentauhidkan Allah Ta’ala, mengingkari peribadatan kubur, bergantung kepada mayat-mayat, dan beristighasah (meminta pertolongan) dengan penghuni kubur seperti Al-Husin, Al-Hasan, Al-Badawi atau apa-apa yang seperti demikian.” (Al-Majallah, hal 23, edisi 806, 25 safar 1416 hijriah dan Al-Ajwibah Al-Mufidah, hal 72)


Beliau juga pernah ditanya tentang suatu nas (dalil): Hadis Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam tentang perpecahan umat, baginda bersabda: “Umatku akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya keneraka kecuali satu.” Apakah Jamaah Tabligh dengan apa yang ada pada mereka berupa berbagai-bagai kesyirikan, bid’ah dan Jamaah Ikhwanul Muslimin dengan berkelompok-kelompoknya mereka dan tidak taat serta patuh kepada penguasa, apakah kedua-dua Jamaah ini termasuk 72 golongan yang sesat?

Beliau menjawab:
من خالف عقيدة أهل السنة دخل في الاثنتين والسبعين، "أُمتي" : هي أمة الإجابه الذين استجابوا له وأظهروا الاتباع عنهم له، فثلاثة وسبعين: فرقة ناجية سليمة التي اتبعته واستقامت على دينه، واثنتان وسبعون فرقة فيهم الكافر وفيهم العاصي وفيهم المبتدع أقسام
“Sesiapa sahaja yang menyelisihi aqidah Ahli Sunnah akan masuk ke dalam 72 golongan sesat, sabda baginda “Umatku” adalah umat Ijabah, yakni orang-orang yang menjawab seruan bagiNya dan menampakkan diri bahawa mereka mengikuti (Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam), sehingga ada 73 golongan, satu kelompok yang selamat adalah yang mengikuti Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam dan istiqamah di atas agama baginda. Adapun 72 golongan itu, maka ada di antara mereka yang kafir, pelaku maksiat, ahli bid’ah dan berbagai-bagai.”

Kemudian orang yang bertanya tadi mengatakan: “Apakah dua kelompok ini (Tabligh dan Ikhwan Muslimin) termasuk 72 golongan itu? Maka syeikh menjawab:
إيه ـ أي نعم ـ من الاثنتين والسبعين، بعض أهل العلم يرى الخوارج من الكفار لكن هم داخلون في عموم الاثنتين والسبعين؟
“Ya, termasuk 72 golongan tersebut, sebahagian ulama memandang bahawa kelompok khawarij termasuk orang-orang kafir, namun mereka termasuk dalam keumuman 72 golongan tersebut.” (Dari Kaset As-Ilatun wa Ajwibah)

2. Fatwa Muhaddis zaman ini, Al-Imam Muhammad Nasiruddin Al-Albani rahimahullah

Beliau ditanya: “Apakah manhaj Ikhwanul Muslimin di atas sunnah?
Maka beliau menjawab:

Risalah Syaikh Abdul Mohksin al-Abbad: Antara Musibah Syeikh Al-Qardhawi Adalah Seruannya Ke Arah Meruntuhkan Akhlak Wanita di Negara Dua Tanah Suci

               Dengan nama Allah yang Maha Pemurah, lagi Maha Penyayang



Antara Musibah Syeikh Al-Qardhawi Adalah Seruannya Ke Arah
Meruntuhkan Akhlak Wanita di Negara Dua Tanah Suci
Terjemahan: Abu Omar, Idris bin Sulaiman

Segala puji bagi Allah, Tuhan sekelian alam. Selawat Allah, SalamNya dan BerkatNya ke atas hamba dan RasulNya, Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para Sahabatnya.

Saya telah membaca surat Syeikh Yusof Al-Qardhawi kepada Khadam Dua Masjid Suci Raja Abdullah bin Abdul Aziz – semoga Allah menjaganya serta memberinya petunjuk kepada apa yang diredaiNya – tentang keanggotaan wanita dalam Majlis Al-Syura serta pencalonan dan penyertaan mereka dalam keanggotaan majlis-majlis perbandaran yang telah disiarkan di laman-laman web. Komen saya terhadap kandungan surat ini adalah seperti berikut:

1.    Beliau berkata dalam suratnya, “Wajah-wajah orang Islam telah tersenyum, hati-hati mereka yang beriman telah terbuka dan kami di samping ramai yang lain telah gembira dengan ucapan Tuanku yang bijaksana serta pandangan Tuanku yang tepat untuk membenarkan wanita dicalonkan di semua majlis-majlis perbandaran, daerah dan Majlis Al-Syura.”

Saya tegaskan bahawa mereka yang sebenarnya tersenyum gembira adalah orang-orang Barat dan pengikut-pengikut mereka. Mereka ini telah mendahului            Syeikh Al-Qardhawi dalam mengalu-alukan keputusan ini seperti mana yang telah dilaporkan oleh pihak media. Adapun majoriti masyarakat Arab Saudi yang komited untuk menjaga kehormatan wanita, yang ingin melihat agar kaum wanita mereka terus terjaga maruahnya serta dijauhkan daripada semua sebab yang boleh membawa kepada fitnah sama ada terhadap kaum wanita itu sendiri atau kaum lelaki, mereka telah berdukacita terhadap keputusan ini.

2.    Setelah itu beliau berkata lagi,

Jumaat, 2 Disember 2011

Dalil Al-Quran dan AS-Sunnah tentang keberadaan ALLAH subhanahu wataa'la.


 Allah tidak berhajat kepada makhluk, kita tidak mengatakan Allah berhajat kepada Arasy, cuma dalam Al-Quran jelas Allah mengatakan bahawa Dia beristiwa diatas Arasy, saya harap anda tidak menafikan ayat Al-Quran, kalau menafikan ayat Al-Quran, walaupun satu ayat, maka kufur.
Ayat surah Thaha ayat 5, jelas mengatakan Allah beristiwa diatas Arasy, tanpa perlu Dia berhajat kepada makhluk.


Prinisp asas perbincangan ini mudah, dalil nya adalah Surah As-Syura ayat 11:

Allah berfirman:

لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ۬‌ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ

"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (Asy-Syuraa 42:11)

Dalil AlQuran: