Isnin, 13 Februari 2012

Hukum Merayakan Valentine’s Day



Pertanyaan:

Akhir-akhir ini telah merebak perayaan valentine’s day terutama di kalangan para pelajar putri, padahal ini merupakan hari raya kaum Nasrani. Mereka mengenakan pakaian berwarna merah dan saling bertukar bunga berwarna merah. Kami mohon perkenanan syaikh untuk menerangkan hukun perayaan semacam ini, dan apa saran syaikh untuk kaum muslimin sehubungan dengan masalah-masalah seperti ini. Semoga Allah menjaga dan memelihara syaikh.
 
Jawaban:

Tidak boleh merayakan valentine’s day karena sebab-sebab berikut:

Pertama: bahwa itu adalah hari raya bid’ah tidak ada dasarnya dalam syari’at.
Kedua: bahwa itu akan menimbulkan kecengengan dan kecemburuan.
Ketiga: Bahwa itu akan menyebabkan sibuknya hati dengan perkara-perkara bodoh yang bertolak belakang dengan tuntunan para salaf radhiyallohu’anhum.

Karena itu pada hari tersebut tidak boleh ada simbol-simbol perayaan, baik berupa makanan, minuman, pakaian, saling memberi hadiah ataupun yang lainnya.

Hendaknya setiap muslim merasa mulia dengan agamnya dan tidak merendahkan diri dengan menuruti setiap ajakan. Semoga Allah Subhanahu wata’alla melindungi kaum muslimin dari setiap fitnah, baik yang nyata maupun yang tersembunyi dan semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan bimbingan dan petunjuk-Nya.

Fatwa Syaikh Ibnu Ustaimin, tanggal 5/11/1420 H yang beliau tanda tangani

***

Pertanyaan:

Setiap tahunnya pada tanggal 14 februari sebagian orang merayakan valentine’s Day. Mereka saling bertukar hadiah berupa bunga merah, mengenakan pakaian berwarna merah, saling mengucapkan selamat dan sebagian toko atau produsen permen membuat atau menyediakan permen-permen yang berwarna merah lengkap dengan gambar hati, bahkan sebagian toko mengiklankan produk-produknya yang dibuat khusus untuk hari tersebut. Bagaimana pendapat syaikh tentang:

Pertama: Merayakan hari tersebut?
Kedua: Membeli produk-produk khusus tersebut pada hari itu?
Ketiga: Transaksi jual beli ditoko (yang tidak ikut merayakan) yang menjual barang yang bisa dihadiahkan pada hari tersebut kepada orang yang hendak merayakannya?
Semoga Allah membalas syaikh dengan kebaikan.

Jawaban:

Berdasarkan dalil-dalil dari Al Kitab dan As Sunah, para pendahulu umat sepakat menyatakan bahwa hari raya dalam islam hanya ada dua; Idul Fitri dan Idul Adha selain itu semua hari raya yang berkaitan dengan seseorang, kelompok, peristiwa atau lainnya adalah bid’ah, kaum muslimin tidak boleh melakukannya, mengakuinya, menampakkan kegembiraan karenanya dan membantu terselenggaranya karena perbuatan ini merupakan perbuatan yang melanggar batas-batas Allah, sehingga dengan begitu pelakunya berarti telah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri.

Jika hari raya itu merupakan simbol orang-orang kafir, maka ini merupakan dosa lainnya, karena dengan begitu berarti telah ber-tasyabbuh dengan mereka dan loyal terhadap mereka di dalam kitab-Nya yang mulia dan telah diriwayatkan secara pasti dari Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum berarti ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Daud)

Valentine’s Day termasuk jenis yang disebutkan tadi, karena merupakan hari raya Nasrani, maka seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir tidak boleh melakukannya, mengakuinya atau ikut mengucapkan selamat bahkan seharusnya meninggalkannya dan menjauhinya sebagai sikap taat terhadap Allah dan Rosul-Nya serta untuk membantu penyelenggaraan hari raya tersebut dan hari raya lainnya yang diharamkan baik itu berupa iklan dan sebagainya, karena semua ini termasuk tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan serta maksiat terhadap Allah dan Rosul-Nya sementara Allah Subhanahu wata’alla telah berfirman:

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya.” (QS. Al Ma’idah: 2)

Dari itu hendaknya setiap muslim berpegangteguh dengan Al kitab dan As sunah dalam semua kondisi lebih-lebih pada saat-saat terjadinya fitnah dan banyaknya kerosakan.

Hendaknya pula ia benar-benar waspada agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan orang-orang yang dimurkai, orang-orang yang sesat dan orang-orang yang fasik yang tidak mengajarkan kehormatan dari Allah dan tidak menghormati Islam.

Dan hendaknya seorang muslim kembali kepada Allah dengan memohon petunjuk-Nya dan keteguhan didalam petunjuk-Nya. Sesungguhnya tidak ada yang dapat memberi petunjuk selain Allah dan tidak ada yang dapat meneguhkan dalam petunjuk-Nya selain Allah Subhanahu Wata’alla. Hanya Allah-lah yang kuasa memberi petunjuk.

Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
 
Fatwa Al-Lajnah Ad-Da imah lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta (21203) tanggal 22/11/1420
 

Sabtu, 14 Januari 2012

Apakah Boleh Mengunakan kata "Syahid" atas Seseorang?


Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Soal:

Apakah boleh menggunakan kata “Syahid” atas seseorang, dikatakan, “Asy-Syahid fulan”?

Jawaban:

Kita tidak boleh memberi kesaksian bagi siapapun bahwa ia syahid, hingga walaupun orang tersebut terbunuh secara zhalim atau terbunuh karena membela diri. Kita tidak boleh mengatakan fulan syahid. Ini berbeda dengan orang-orang pada hari ini. Mereka mudah memberi kesaksian. Mereka menyebut setiap orang yang terbunuh hingga walaupun seseorang terbunuh karena fanatisme jahiliah, mereka menyebutnya syahid. Ini haram; karena perkataan kamu tentang seseorang yang terbunuh bahwa ia syahid merupakan kesaksian yang kelak akan dipertanggungjawabkan pada hari kiamat. Kamu akan ditanya apakah kamu memiliki bukti bahwa ia terbunuh dengan syahid? Karena itu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Tidaklah seorang terluka di jalan Allah –Wallahu a’lam dengan orang yang terluka di jalan Allah- kecuali ia akan datang pada hari kiamat sedang lukanya mengalirkan darah, warnanya warna darah, dan wanginya wangi misk”

Menjauhi Sistem Demokrasi

Diantara sebab kenapa sistem Demokrasi perlu dijauhi dan tidak diamalkan:

1. Sistem Demokrasi Meletakkan Keputusan Ditangan Majoriti Manusia. Sedangkan Majoriti Itu Selalunya Menyesatkan.

Allah berfirman: "Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)" (Al-An'aam 6:116)

2. Sistem Demokrasi Menggalakkan Manusia Berpecah dan Berkelompok. Sedangkan Umat Islam Disuruh Bersatu diatas Agama Allah.

Allah berfirman: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai" (Ali Imran 3:103)

3. Peserta Demokrasi Cenderung Untuk Fitnah Memfitnah dan Caci Mencaci Pihak Lawan Untuk Menjatuhkannya, Sedangkan itu Bukanlah Akhlak Islam.

Allah berfirman: "“Janganlah mencari-cari keburukan orang dan jangan pula saling memburuk-burukkan (memfitnah) di antara satu sama lain. Adakah sesiapa di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Surah al-Hujuraat, 49: 12)

4. Sistem Demokrasi Membenarkan Sesiapa Sahaja Meminta Jawatan. Sedangkan Islam Melarang Untuk Diberi Jawatan kepada Yang Memintanya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

إِنَّا وَاللَّهِ لَا نُوَلِّي عَلَى هَذَا الْعَمَلِ أَحَدًا سَأَلَهُ وَلَا أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ

“Demi Allah, kami tidak akan memberikan kerusi kepimpinan ini kepada sesiapa pun yang meminta dan berusaha ingin mendapatkannya.” (Hadis Riwayat Muslim, 9/344, no. 3402)